Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ), Aziz, secara resmi membuka kegiatan Diseminasi Hasil Kajian Al-Qur'an dan Pameran Karya Intelektual Ulama Nusantara dalam Bingkai Moderasi Beragama. Kegiatan ini sekaligus menjadi momentum penting dalam mempromosikan pemahaman moderasi beragama di tengah masyarakat.
Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama antara LPMQ dan Universitas Indonesia. Hadir dalam acara tersebut berbagai elemen, termasuk dosen Pendidikan Agama Islam UI, mahasiswa Fakultas Kedokteran UI, Budayawan Islam, Dr. Ngatawi Elzastrow, S.Ag, M.SI serta sejumlah tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Aziz menekankan pentingnya memahami moderasi beragama sebagai bagian dari ajaran Islam itu sendiri. Menurutnya, istilah moderasi beragama sering kali disalahartikan sebagai ajaran atau aliran baru dalam Islam. Padahal, moderasi beragama merupakan inti dari ajaran Islam yang sudah termaktub dalam Al-Qur'an.
"Moderasi beragama bukanlah ajaran baru. Hal ini telah tertuang dalam Al-Qur'an, salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 143: 'Wakazalika ja'alnakum ummatan wasathan', yang artinya, 'Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan,'" ujar Aziz dalam kegiatan yang berlangsung di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/11/2024).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa yang dimoderasi bukanlah ajaran agamanya, melainkan cara pandang dan perilaku umat dalam menjalankan agama. Ajaran Islam pada dasarnya sudah moderat, tetapi perilaku sebagian umatnya sering kali perlu disesuaikan agar lebih mencerminkan nilai-nilai tersebut.
Aziz juga memaparkan empat indikator utama yang menjadi dasar moderasi beragama:
- Komitmen Kebangsaan
"Organisasi yang anti-NKRI tidak bisa dianggap moderat. Komitmen terhadap negara merupakan fondasi penting," tegasnya. - Toleransi
Toleransi mencakup penghormatan terhadap perbedaan agama, suku, budaya, bahasa, dan warna kulit. Aziz mengingatkan bahwa perbedaan adalah realitas yang harus diterima dan dihormati. - Anti Kekerasan
"Islam mengajarkan perdamaian. Kekerasan dalam bentuk apa pun bertentangan dengan prinsip moderasi beragama," jelasnya. - Penerimaan terhadap Kebudayaan Lokal
Aziz menyoroti bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Oleh karena itu, menghormati dan menerima keragaman budaya menjadi bagian dari praktik moderasi beragama.
"Jika ada yang menyalahi keempat prinsip ini, maka bisa dipastikan bahwa mereka tidak moderat," tambahnya.
Lebih jauh, Aziz mengajak semua peserta, terutama mahasiswa, untuk menjadikan Islam moderat sebagai way of life. Ia menekankan bahwa memahami Islam yang moderat bukan sekadar tugas individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif.
"Kewajiban kita adalah mempelajari Islam yang moderat, mengamalkannya, dan menyebarkannya. Ini adalah bentuk kontribusi nyata dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan di tengah masyarakat," katanya.
Aziz juga menyinggung kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Pengembangan Moderasi Beragama. Perpres ini mewajibkan seluruh lembaga negara dan pemerintah daerah untuk mendiseminasikan moderasi beragama di berbagai lapisan masyarakat.
"Kementerian Agama telah diberi mandat untuk memimpin upaya ini. Namun, ini bukan hanya tanggung jawab kementerian, melainkan kewajiban bersama seluruh elemen bangsa," jelas Aziz.
Melalui kegiatan ini, diharapkan pesan moderasi beragama dapat tersampaikan dengan baik kepada seluruh peserta, khususnya generasi muda. Moderasi beragama bukan hanya menjadi wacana, tetapi juga menjadi panduan hidup dalam menjaga keharmonisan dan keberagaman di Indonesia.
"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk meneruskan nilai-nilai moderasi beragama ini, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat," tutup Aziz. [bp]