Dr. KH. Ahsin Sakha Muhammad, MA, seorang ulama pakar ilmu qiraat Al-Qur’an dari Cirebon, mengusulkan agar Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an memiliki Maktabah Shautiyah (Dapur Rekaman) untuk merekam ragam bacaan qiraat Al-Qur'an. Gagasan itu disampaikan Ahsin dalam kegiatan Kajian Penyusunan Mushaf Al-Qur'an dengan Ragam Qiraat, Selasa (30/07/2024) di Jakarta Selatan.
“Harusnya LPMQ sudah memiliki Maktabah Shautiyah. Ini LPMQ kan sudah menyusun Mushaf Qiraat, rekaman bacaannya juga seharusnya ada. Sehingga masyarakat tahu dan bisa belajar di sini. Inilah pelayanan negara,” kata pakar Al-Qur'an lulusan Jami'ah Islamiyah Madinah tersebut pelan.
Dikatakan Ahsin, dari rekaman bacaan Al-Qur’an ragam qiraat itu bisa dikembangakan menjadi produk layanan pembelajaran Al-Qur’an bagi masyarakat umum. Beberapa contoh yang disebutkan Kiai Ahsin seperti ta'limul qiraat lil mubtadiin (pembelajaran qiraat bagi pemula), ta'limul qiraat qiraat lil mahirin (pembelajaran qiraat untuk senior) dan lainnya.
Selanjutnya, Ahsin berkisah tentang sejarah pendokumentasian bacaan Al-Quran 30 juz dalam bentuk rekaman. Menurutnya, ide pendokumentasian bacaan Al-Qur’an dalam bentuk rekaman dicetuskan pertama kali oleh Labib Said sekitar tahun 1960 an di Mesir. Dokumentasi tersebut oleh Labib disebut dengan Mushaf al-Murattal. Labib melakukan hal itu karena menurutnya Al-Qur'an harus dijaga; baik dari segi tulisan juga dari segi bacaan. Untuk tulisan mengikuti kaidah rasm usmani dan untuk bacaan harus sesuai dengan qiraat shahihah.
Pemilihan qari dilakukan dengan mekanisme lomba yang dinilai oleh para pakar qiraat. Mereka akan menetapkan siapakah qari yang paling layak direkam suaranya.
“Maka terpilihlah Syaikh Mahmud Khalil al-Husari. Beliau diminta membaca riwayat Hafsh dan direkam di studio, “ kata Kiai Ahsin berkisah.
Syaikh Mahmud Khalil Al-Husari ditetapkan sebagai syaikh Ummul Maqari’ al-Mishriyyah pada tahun 1960. Beliau juga menjabat sebagai ketua Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an dan penasehat urusan Al-Qur'an di Kementerian Wakaf Mesir.
“Ternyata, ketika direkam, setingkat Syaikh al-Husari pun masih mengalami banyak koreksi dari para qura’. Karena para qura’ menginginkan hasil yang ideal. Hingga al-Husari sampai rada ngambek. Karena memang saat itu belum ada contoh tatbiq qiraat Al-Qur'an seperti sekarang ini. Memang susah sekali,” lanjut Kiai Ahsin dalam kisahnya.
Pada tahun 1961, Syaikh Mahmud Khalil al-Husari menjadi orang pertama yang melakukan rekaman bacaan Al-Qur'an 30 juz dengan riwayat Imam Hafs ‘an Ashim. Kemudian rekaman bacaan qira'at ‘asyr.
Setelah keberhasilan Imam Al-Husari membuat Mushaf Murattal, akhirnya para masyayikh Al-Qur'an merekam sendiri suara bacaan mereka. Pekerjaan itu menjadi lebih mudah karena sudah ada contoh dari al-Husari. Kemudian bermunculan rekaman bacaan Al-Qur'an dari para qari lainnya di berbagai negara.
“Yang terkenal dari imam-imam Haramain, seperti Abdur Rahman as-Sudais, dan lainnya. Itu lah perkembangan mushaf Al-Murattal,” tandas Kiai Ahsin.
Dalam kegiatan ini, tim penyusun mushaf ragam qiraat sedang menyelesaikan kajian penyusunan qiraat riwayat al-Bazzi ‘an Ibn Katsir al-Makki. Kajian dimulai dari juz 16 dan ditargetkan selesai hingga juz 30. Selain, Kiai Ahsin, narasumber yang hadir dalam kegiatan antara lain, Dr. Agus Salim, Lc, MA, Dr. Romlah, Muthmainnah, MA, dan dibersamai pakar ilmu qiraat dari LPMQ.