Bandung (3/7/2020) - Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) sebagai salah satu unit teknis di Kementerian Agama secara konsisten memberikan perhatian khusus terhadap kualitas bahan bacaan keagamaan bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (PDSN) muslim di Indonesia. Salah satu bahan utama bacaan keagamaan tersebut adalah Al-Qur’an Braille. Al-Qur’an yang dicetak dengan titik-titik timbul (embossed dots) ini harus terjamin kesahihannya, sehingga sebelum diproduksi harus melewati proses pentashihan dan mendapatkan surat tanda tashih. Sekalipun demikian, potensi kesalahan pada Al-Qur’an Braille juga masih sering terjadi pada saat proses produksi.

Untuk mendapatkan informasi terkait penerbitan dan proses produksi Al-Qur’an Braille, Kepala LPMQ, Muchlis Hanafi didampingi Kepala Bidang Pentashihan, Deni Hudaeni melakukan kunjungan ke Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) “Abiyoso”, salah satu unit teknis di Kementerian Sosial. Lembaga yang dikenal sebelumnya dengan nama BPBI (Balai Penerbitan Braille Indonesia) ini mempunyai perhatian khusus terhadap produksi Al-Qur’an Braille. Dengan perangkat yang dimiliki, tidak kurang dari 55 unit Al-Qur’an Braille diproduksi setiap tahunnya.

Dalam kunjungan tersebut Kepala BLBI, Isep Sepriyan menunjukkan sejumlah mesin yang digunakan untuk mencetak Al-Qur’an Braille. Ada yang penggunaannya berbasis komputer dan ada pula yang masih manual dengan menggunakan zink plate. Baik dari sisi penggunaan maupun perawatan, mesin-mesin tersebut membutuhkan perlakuan khusus. Kondisi mesin yang tidak terawat dapat berakibat langsung terhadap hasil cetak, seperti titik-titik timbul yang ketebalannya tidak merata, titik-titik timbul yang muncul bukan pada tempatnya (gost dots) hingga titik-titik timbul yang tidak mau muncul. Bentuk-bentuk kesalahan teknis (technical error) ini yang seringkali sulit terdeteksi. Oleh karena itu, pentashihan baik sebelum maupun pasca produksi menjadi prosedur penting yang tidak bisa ditinggalkan guna menjamin kesahihan Al-Qur’an Braille. (AJI)