Bekasi (7/7/2020) – Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kemenag RI pada hari kedua kegiatan Sidang Reguler Pentashihan ke-3 tahun anggaran 2020 di Hotel Avenzel Cibubur menghadirkan narasumber secara virtual, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA., salah seorang pakar ilmu qira’at dan pengasuh Dar Al-Qur’an, Cirebon, Jawa Barat.
Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA. menjelaskan terkait pentingnya para pentashih untuk memahami tiga aspek kunci dalam membaca kitab Hirzul Amani karya as-Syatibi (w. 590 H.) atau yang lebih familier dikenal dengan Bait Syatibiyah. Pertama, pembaca idealnya sudah hafal di luar kepala nama-nama imam qiraa’at dan para perawinya; kedua, memahami teori-teori kunci as-Syatibi; dan ketiga, memahami kode as-Syatibi, baik yang menyebutkan riwayat bacaan secara perorangan (infirad) dan riwayat dengan merujuk beberapa imam yang memiliki kesamaan (ijtima’i).
“Menjadi penting bagi pemula untuk dapat menghafal di luar kepala nama-nama imam qira’at, karena dengan menghafal nama, maka proses pembelajaran ilmu ini akan semakin mudah. Sebab, semua bacaan-bacaan berbeda di dalamnya akan selalu merujuk pada nama-nama tersebut. Itulah kenapa di lembaga-lembaga pendidikan yang mengkonsentrasikan diri mempelajari ilmu qira’at, persyaratan ini sering diulang-ulang apakah peserta didiknya sudah hafal nama-namanya atau belum,” Kyai Ahsin menegaskan.
Selanjutnya selain hafal nama, hal yang juga tidak kalah penting adalah memahami teori. “Pembaca juga harus paham, bahwa as-Syatibi menerapkan teori yang apabila ketentuan bacaannya sudah disebutkan, maka yang tidak disebutkan akan berlaku sebaliknya. Artinya tidak semua ketentuan dijelaskan dalam satu bait. Misalnya pada bait nomor 108 terkait bacaan maliki dalam Surah Al-Fathihah (1): 4, as-Syatibi menjelaskan: وَمَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ رَاوِيهِ نَاَصِر. Bahwa yang membaca maliki panjang adalah ra (kode infirad al-Kisai) dan nun (kode infirad ‘Ashim). Sehingga, bacaan para imam selebihnya (al-Baqun) dapat dipahami otomatis membaca pendek adalah selain dua imam tersebut (Nafi, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, dan Hamzah), meskipun tidak disebutkan dalam bait. Oleh karenanya, sekali lagi para pembaca harus hafal di luar kepala nama-nama dan kode imam tersebut,” demikian ditambahkan.
Terakhir terkait sistim kode yang as-Syatibi susun, “Pembaca harus hafal dan paham betul. Mana kode untuk bacaan yang menunjukkan hanya dibaca satu imam (infirad) dan mana yang dibaca dan memiliki kesamaan dengan beberapa imam (ijtima’). Kode-kode ini secara jelas ditegaskan oleh as-Syatibi dalam bait nomor 49 s.d 55. Hal ini penting, terutama bagi yang akan membaca secara jam’ al-qira’at,” demikian pungkasnya. (ZAM)