Hari kedua Sidang Penyusunan Pedoman Membaca Al-Qur’an Bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW) berlangsung dinamis. Peserta sidang dibagi menjadi dua kelompok kerja (Pokja): Pokja Isyarat dan Pokja Verbal (oral).
Pada Pokja Isyarat, pembahasan dimulai dengan perumusan isyarat untuk huruf hijaiyah. Sebelum memulai pembahasan, Fahri, seorang penyandang tuna rungu wicara dari Majlis Taklim Tuli Indonesia (MTTI), selaku narasumber menyampaikan bentuk-bentuk isyarat yang bisa dipilih.
"Ada dua model isyarat yang bisa digunakan sebagai isyarat huruf hijaiyah. Pertama, isyarat yang mengacu pada sistem transliterasi. Kedua, isyarat dengan sistem ujaran," Jelas Fahri dengan bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh penerjemah isyarat pada hari Selasa, (6/4) di Bogor.
Fahri menambahkan, masing-masing isyarat memiliki kelebihan dan kekurangan. Isyarat pertama, mengacu pada sistem transliterasi, yaitu mengisyaratkan bacaan Al-Qur’an sesuai dengan isyarat masing-masing huruf hijaiyah. "Kelebihan sistem isyarat ini lebih sesuai dalam melambangkan huruf-huruf Al-Qur’an dan bisa diterapkan secara lebih tepat dalam sistem penulisan. Namun, kelemahannya adalah agak memakan waktu atau lama," jelasnya melanjutkan.
Isyarat kedua adalah sistem ujaran atau isyarat yang disesuaikan dengan pelafalan bacaan (lebih dekat dengan transkripsi). "Sistem isyarat ini lebih cepat, namun merepotkan untuk dituangkan dalam bentuk tulisan, karena basisnya adalah bentuk pelafalan, bukan berbasis pengalihan bentuk huruf," urai pengurus MTTI itu menjelaskan.
Pada akhirnya, peserta memilih dan menyepakati sistem isyarat model transliterasi. Setiap huruf hijaiyah ditetapkan tanda isyaratnya: dari huruf alif hingga ya’. "Rumusan isyarat yang telah kita sepakati akan ditetapkan dalam sidang pleno. Namun, sebelum itu perlu kita tampilkan sekali lagi kesepakatan-kesepakatan itu dalam bentuk slide dan kita minta salah satu peserta untuk mencoba," pinta Deni Hudaeni, Kepala Bidang Pentashihan, yang menjadi penanggung jawab kegiatan.
Setelah menyepakati isyarat huruf hijaiyah, peserta sidang membahas sistem isyarat untuk harakat fathah, kasrah, dan damah. Sempat terjadi adu argumen yang cukup panjang terkait penetapan isyarat harakat fathah. Apakah dengan gerakan mengarah ke atas atau mengarah ke samping mengikuti bentuk penulisan harakat fathah pada Al-Qur’an awas. Hal yang sama terjadi pada isyarat harakat damah, apakah diisyaratkan dengan gerakan tangan melengkung, dari kanan ke kiri, atau dengan gerakan mengarah ke atas?
"Karena belum ditemukan kesepakatan terkait isyarat harakat, maka sesuai kesepakatan teman-teman, akan kita putuskan dengan cara voting tertutup," tukas Fahri. Setelah dilakukan voting, peserta yang memilih bentuk isyarat fathah naik, kasrah turun, damah ke samping, ada 11 orang. Adapun kelompok yang memilih isyarat fathah miring, kasrah turun dan damah melengkung, 2 orang. Sehingga semua menerima kesepatan opsi bentuk isyarat pertama.
Adapun untuk isyarat harakat fathatain, kasratain dan dammatain, semua peserta bersepakat bahwa simbol harakat yang serupa ditambah dengan dua jari (telunjuk dan tengah) digerakkan searah dengan arah gerakan harakat terkait. Untuk tandah sukun, disimbolkan dengan tangan yang diam (tidak bergerak). Adapun tasydid jempol dan telunjuk dibentuk seperti huruf U dan digerakkan (jempolnya) ke luar. [bp]