Pertengahan tahun anggaran 2021, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) menyelenggarakan Kegiatan Pembinaan dan Peningkatan Kompetensi Pegawai. Kegiatan berlangsung pada hari Rabu, (2/6) di Sentul, Jawa Barat, dihadiri oleh seluruh pejabat struktural dan fungsional, pegawai ASN serta honorer.
Tujuan kegiatan ini, seperti disampaikan oleh Kasubag Tata Usaha LPMQ, M. Musadad, adalah untuk meningkatkan kompetensi dan kebersamaan pegawai. Selain itu, dalam kegiatan ini akan dilakukan juga evaluasi program dari masing-masing pegawai dan penghargaan pegawai berprestasi.
Adapun realisasi serapan LPMQ pada trimester 2 mencapai 30,74%. "Meskipun tidak signifikan, namun capaian ini ada peningkatan dibandingkan dengan capaian pada tahun 2020, di bulan yang sama," kata Musadad.
Mengawali sambutannya Kepala LPMQ, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA mengingatkan bahwa sekarang ini kita berada di era disrupsi: era perubahan yang sangat fundamental. Diawali dari industri, perusahan-perusahaan besar yang tergilas akibat bermunculan kreatifitas-kreatifitas industri kecil dan kemajuan teknologi informasi.
Perubahan itu semakin cepat akibat pandemi covid 19: belajar secara online, bekerja secara online, belanja online, semua bergantung pada dunia digital. Pandemi dan perkembangan teknologi berpadu mempercepat era disrupsi. Muchlis memberi contoh bagaimana mal-mal besar gulung tikar akibat perubahan perilaku belanja yang digerakkan oleh ‘emak-emak dasteran.’ "Itulah salah satu dampak era disrupsi," jelasnya.
Muchlis melanjutkan, perubahan ini juga berlaku pada kehidupan keagamaan. Ruang publik dikuasai oleh orang-orang yang menguasai medsos. "Tidak penting apakah mereka menguasai agama atau tidak, bila followernya banyak merekalah yang banyak diikuti umat, suaranya didengar," ungkapnya.
"Menghadapi situasi seperti ini bila kita tidak segera berubah, kita akan tertinggal," kata Muchlis mengingatkan. Namun, sebagai lembaga LPMQ cukup beruntung; bidang pentashihan justru semakin dibutuhkan. Lima sampai sepuluh tahun terakhir industri perbukuan terpukul, dihantam teknologi digital ditambah pandemi covid, hingga banyak percetakan yang tutup. Tapi hal itu tidak berlaku bagi industri percetakan Al-Qur'an. Justru di masa pandemi Al-Qur’an penjualan mushaf Al-Qur'an semakin meningkat.
"Walaupun Qur’an digital beredar marak, industri pergerakan buku terpukul, percetakan Al-Qur’an tidak terdampak," jelasnya. Muchlis menambahkan, bidang pengkajian Al-Qur’an memiliki tantangan baru, kita dituntut untuk mengisi ruang publik dengan kajian-kajian moderasi berbasis Al-Qur’an.
Menghadapi situasi ini ada beberapa hal yang Muchlis pesankan: Pertama, kompetensi sumber daya manusia (SDM). Kedepan Tata Usaha perlu dianggarkan pelatihan-pelatihan untuk pegawai. "Jangan mengandalkan pembukaan dari Diklat. Belajarlah terus, tingkatkan kompetensi. Silahkan sekolah setinggi-tingginya," pesannya. Kedua, jangan berhenti berinovasi. Kita sudah punya lima nilai budaya kerja. Salah satunya inovasi. "Tanpa inovasi kita ketinggalan, khususnya transformasi digital," tegasnya. Ketiga, Masing-masing kita harus berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan di level individu yang akan merubah di level lembaga. "Perubahan di level individu akan merubah di level kolektif, "ujar Muchlis sambil menguatkan argumennya dengan ayat Al-Qur’an Surah al-Anfal: 53.
Di level individu diawali dari cara berpikir, di situlah sistem nilai menjadi penting; di level negara kita memiliki Pancasila, sebagai umat beragama kita memiliki Al-Qur'an, di level masyarakat kita memiliki kearifan lokal. Kemudian, semua akan terjadi bila kita memiliki prasyarat kedua yaitu kemauan. "Berpikirlah apa yang bisa kita berikan untuk lembaga ini, kepada masyarakat, kepada negara. Jangan cuma berpikir tentang hak," tegas Muchlis mengakhiri sambutannya. [bp]