Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kemenag untuk kesekian kalinya menerima kunjungan ilmiah dari berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia. Hari ini (5/12/2019) Lajnah menerima kunjungan ilmiah Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa IAIN Kediri, Jawa Timur, dan Rihlah Ilmiah Santri Pasca Tahfiz Bayt Al-Qur’an Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten. Rombongan dipimpin Ustadz Labib dari Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ). Sementara dari LPMQ menghadirkan tiga narasumber, Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA, H. Abdul Aziz Sidqi, MA, dan Dr. H. Zainal Arifin Madzkur, MA.
Dalam paparannya, Dr. Muchlis mengingatkan tentang bonus demografi bangsa Indonesia dan tantangan generasi milenial di era disrupsi yang juga menyasar pada pemahaman keberagamaan generasi muda. Lebih lanjut Muchlis menegaskan, munculnya kasus-kasus radikalisme di era sekarang sedikit banyak juga imbas dari era 4.0. Untuk itu, Muchlis menegaskan pentingnnya ilmu dan pengetahuan dan kemampuan untuk menarasikan pemahaman keagamaan yang moderat secara baik dan benar, mampu memilah antara tujuan akhir (al-ghayah) dan medianya (al-wasilah). Hal ini penting agar umat tidak lagi terprovokasi dengan pemahaman-pemahaman yang radikal.
Lebih lanjut, Muchlis juga merinci ciri-ciri pemahaman yang ekstrem yang harus dihindari, yaitu (1) fanatisme berlebihan, (2) tidak siap menerima perbedaan, (3) cenderung mempersulit, (4) menganggap dirinya paling benar, (5) berprasngka buruk kepada orang lain, dan (6) mengkafirkan yang berbeda pandangan.
Sementara Abdul Aziz Sidqi, Kepada Bidang Pengkajian Al-Qur'an, mengingatkan akan pentingnya pemahaman yang benar antara Al-Qur’an dan terjemahan. Al-Qur’an adalah firman Allah SWT, dan ini sudah sepakat. Namun terjemahan bukanlah Al-Qur’an, sehingga terjemahan memungkinkan terjadinya revisi dan penyempurnaan. Untuk itu, pemahaman yang komprehensif dalam memahami Al-Qur’an juga perlu dikembangkan oleh para mahasiswa dan santri.’ Demikian ungkapnya.
Adapun Dr Zainal Arifin Madzkur, peneliti LPMA dalam pemaparannya terkait perbedaan penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia dan Mushaf Madinah yang sering diperdebatkan dengan lebih banyak mendudukkan perbedaan keduanya dalam aspek riwayat rasm yang dirujuk keduanya. Tidak ada mushaf Al-Qur’an yang tidak ditulis dengan rasm usmani. Yang ada adalah perbedaan riwayat dan persentase konsistensi penulisannya dalam mushaf. Untuk itu, perbedaan-perbedaan dalam ranah keilmuan Al-Qur’an juga menjadi tantangan bagi para sarjana Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT) untuk dapat menarasikannya dengan baik. [znl]