Bogor (4/2/2020) – Karya monumental Imam Syatibi dalam bidang Ilmu Qira'at Al-Qur’an yang terkenal dengan nama Syatibiyyah saat ini menjadi rujukan dan pedoman bagi para ahli qira'at di seluruh dunia Islam dalam mengajarkan Ilmu Qira'at Sab'ah kepada murid-muridnya. Hal ini disampaikan Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad pada kegiatan Sidang Reguler Pentashihan pertama tahun 2020 yang diselenggarakan LPMQ di Hotel 1O1, Bogor, 4 Februari 2020.
Sebelum kajian qiraat dimulai, Kyai Ahsin menguraikan terlebih dahulu sejarah tersusunnya ilmu qiraat. Kyai Ahsin mengatakan bahwa Ibnu Mujahid bisa dikatakan sebagai penyelamat ilmu qiraat karena dialah satu-satunya orang yang merumuskan syarat-syarat diterimanya suatu bacaan. “Ibn Mujahid bisa dikatakan sebagai penyelamat ilmu qiraat karena bisa menyusun Kitab as-Sab'ah, satu-satunya orang yang bisa menentukan ukuran periwayat yang bisa diterima bacaannya. Tolok ukur kebenaran suatu bacaan menurut Ibn Mujahid ada 3: sesuai dengan kaidah Bahasa Arab meskipun dalam satu wajah, sesuai dengan Rasm Utsmani, dan sanadnya sah; ada juga yang menambahkan sanadnya harus masyhur”, terang Kyai Ahsin.
Menurutnya, beberapa lembaga pendidikan Islam di dunia yang berkonsentrasi mengajarkan Ilmu Qira'at seperti Kulliyyat Qur’an di Thanta dan Madinah mengharuskan para santrinya untuk menghafalkan nazham Syatibiyyah dan memahami maksud yang terkandung dalam kitab tersebut dengan baik. Hal demikian dilakukan sebagai upaya mengkader ahli ilmu Qira'at Sab'ah.
Syatibiyyah, lanjut Kyai Ahsin, adalah kumpulan syair yang disusun oleh Imam Syatibi yang memuat materi-materi Qira'at Sab'ah, baik yang berkaitan dengan ushul al-qira'at, kaidah bacaan, dan farsy al-huruf (bacaan khusus pada surah-surah Al-Qur'an yang tidak tunduk pada satu kaidah tertentu). Nama asli yang beliau sematkan terhadap qasidahnya ini ialah "Hirz al-Amani wa Wajh at-Tahani" sesuai dengan bait yang ke 70. As-Syathibi menyusun nazham Syatihibiyyah ini dengan menjadikan Kitab at-Taisir karangan Abu Amr ad-Dani sebagai rujukan utama.
“Syatibiyyah disusun oleh pengarangnya dengan menggunakan bahar atau irama thawil di mana setiap satu bait syi'ir mengikuti wazan fu'ulun mafa' ilun/fu’ulun mafa’ilun yang terulang dua kali. Qasidahnya dinamakan lamiyyah, karena setiap akhir baitnya berakhir dengan huruf lam. Jumlah bait pada Syatibiyyah sebanyak 1173,” jelas Kyai Ahasin.
Kitab Hirz al-Amani wa Wajh at-Tahani karya Imam Syatibi ini akan dijadikan bahan kajian Ilmu Qira’at pada setiap Sidang Reguler Pentashihan yang diselenggarakan LPMQ tahun anggaran 2020. Karena diantara syarat menjadi pentashih selain hafal Al-Qur’an 30 juz adalah juga menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an, diantaranya adalah Ilmu Qiraat. (MQ)