Secara mental, untuk menjadi seorang penashih Al-Qur'an yang baik dibutuhkan sikap ikhlas, teliti, ulet, sabar dan cinta kepada Al-Qur'an. Adapun secara empirik seorang penashih Al-Qur'an harus memeliki seperangkat pengetahuan khusus dalam kajian ulumul Quran, seperti: ilmu rasm, ilmu dhabt, ilmu waqaf ibtida', ilmu 'addil ay, ilmu qiraat, ilmu makky wal madani, dan sebagainya.

Seiring dengan berkembangnya tugas Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ), lembaga di bawah Kementerian Agama yang menjadi tempat penashih bertugas, mereka juga diharuskan menguasai pengetahuan teknis lainya di luar ulumul Qur'an, seperti ilmu penulisan Al-Qur'an Braille, penulisan Al-Qu'an transliterasi Arab-Latin dan penulisan Al-Qur'an sistem tajwid warna.

 

Dalam mushaf Al-Quran cetak yang beradar saat ini, kita mengenal dua sistem penulisan rasm Al-Qur'an yang lazim digunakan. Pertama, sistem penulisan dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i, yaitu penulisan kata sesuai dengan pelafalan atau bacaannya.

Namun, penting dicatat bahwa kata-kata yang sudah masyhur dan baku, seperti ar-rahman (الرحمن), as-salah (الصلوة), az-zakah (الزكوة), ar-riba (الربوا), dan beberapa kata lainnya, seperti zalika (ذلك), ha’ula’i (هؤلاء), maka penulisannya tetap sebagaimana tulisan yang masyhur, sehingga tidak berbeda dengan mushaf yang ditulis dengan rasm usmani.

 

Berbeda dengan Ternate yang memiliki 8 manuskrip Al-Qur’an kuno, Tidore memiliki satu mushaf, dan mushaf ini berada di Museum Kesultanan Tidore. Penulis atau penyalin mushaf tidak diketahui. Mushaf ini sudah tidak utuh lagi, termasuk lembaran terakhir sehingga tidak ada kolofon dan keterangan yang lebih komprehensif terkait dengan identitas mushaf, termasuk tentang masa penyalinannya. Mushaf ini berukuran 28 x 19 x 6 cm dengan ukuran bidang teks 18 x 11 cm. Jumlah baris mushaf ini untuk setiap halamannya adalah 15, sehingga masing-masing juz terdiri sekitar 10 lembar atau 20 halaman lebih. Rasm yang digunakan adalah imlai, namun kata-kata tertentu menggunakan rasm usmani.

Sebagai satuan kerja (satker) yang menangani kegiatan pentashihan mushaf Al-Quran, naskah mushaf yang masuk ke Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) terbilang sangat banyak dan beragam. Di antara varian mushaf yang terkadang menjadi persoalan di tengah masyarakat adalah mushaf Al-Quran bertransliterasi Arab-Latin. Mushaf transliterasi ini memiliki varian yang beragam, ada mushaf dan transliterasi, mushaf terjemah dan transliterasi, mushaf per kata dan transliterasi, mushaf tajwid dan transliterasi, dan beberapa varian lainnya. Sebagian masyarakat, termasuk sejumlah tokoh agama, menghendaki agar LPMQ tidak meloloskan mushaf transliterasi, karena dinilai membodohi. Tetapi di sisi lain, tingkat kebutuhan masyarakat pada muhaf jenis ini terlihat meningkat. Grafik peningkatan ini setidaknya terlihat pada data pengajuan naskah mushaf Al-Qur’an transliterasi yang masuk ke LPMQ yang diajukan oleh penerbit.

Allah SWT menyebutkan panggilan "istri" dalam Al-Qur’an menggunakan tiga kata, yaitu imra’ah (امرأة), zauj (زوج), dan shahibah (صاحبة), dengan berbagai derivasinya. Kata imra’ah dalam Al-Qur’an disebutkan 26 kali, kata zauj dalam Al-Qur’an disebutkan 81 kali, dan kata shahibah dalam Al-Qur’an disebutkan 4 kali. Pertanyaannya, mengapa Allah SWT menggunakan tiga istilah tersebut untuk mengungkapkan kata istri? Mengapa tidak satu saja, misalnya zaujah saja? Apakah rahasia di balik penggunaan ketiga istilah itu?

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved