Penulisan Mushaf al-Qur’an dalam Islam telah dimulai sejak abad pertama sejarahnya. Lima salinan pertama Mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan (tahun 650 M), yang dikirim ke beberapa wilayah Islam, selanjutnya menjadi naskah baku bagi penyalinan al-Qur’an—disebut Rasm Utsmani. Sejak itulah kegiatan penyalinan al-Qur’an tidak pernah terhenti. Mula-mula ditulis dalam gaya Kufi yang berkarakter kaku, kemudian dalam gaya kursif Naskhi yang dipelopori oleh Ibn Bawwab di Baghdad (w. 1022 M), Muhaqqaq, Tsuluts, dan gaya-gaya kursif lain. Penyalinan al-Qur’an berlangsung di seluruh wilayah Islam, sejalan dengan penaklukan-penaklukan wilayah baru. Sebagai kitab suci yang menjadi bukti Islam sebagai agama wahyu (revealed religion), kemurnian dan keautentikan al-Qur’an sangat terjaga.

Kementerian Agama memiliki tiga Mushaf Standar, yaitu Mushaf Standar dengan Rasm Usmani, Mushaf Standar Bahriyah (ayat pojok), dan Mushaf Standar Braille. Setiap penerbit yang hendak menerbitkan Al-Qur’an diwajibkan mengacu pada salah satu dari Mushaf Standar ini. Namun, banyak kemudian penerbit yang melakukan improvisasi mener­bitkan mushaf dengan model tulisan Mushaf Madinah (ditulis oleh Usman Taha), yang disesuaikan dengan Mushaf Standar Usmani. Menjadi persoalan kemudian, di manakah posisi Mushaf Standar Kementerian Agama versi Usmani dengan ciri-cirinya yang khusus? Apakah mushaf ini mendapat perhatian dan digunakan masya­rakat Muslim Indonesia? Kemudian, apa sesungguhnya yang melatarbelakangi kaum Muslimin dalam memilih mushaf?

Syekh Ahmad Khatib lahir dari pasangan Abdul Latif bin Abdullah dan Limbak Urai binti Tuanku Nan Renceh pada hari Senin 6 Zulhijah 1276H/1860M di Koto Tuo Balai Gurah, Kecamatan IV Angkat Candung, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Saudara kandungnya 5 orang dan saudara seayahnya 16 orang. Selain ibunya, ayanya juga menikah dengan Darin, Maryam, dan Asiyah. Sebagian besar saudaranya wafat saat masih kecil. Enam orang anak Abdul Latif yang hidup adalah Ahmad Khatib, Aisyah, Hafsah, Kulsum, Latifah, dan Usman.

Pada tahun 1192H/1777M di Batu Hampar, sekitar 9 km dari Kota Payakumbuh Sumatera Barat lahir seorang bayi bernama Abdurrahman dari pasangan Abdullah (gelar Rajo Bintan) dan seorang perempuan yang dikenal dengan panggilan “Tuo Tungga”. Kedekatan keluarga Abdurrahman sebagai tokoh agama dengan kolonial Belanda saat itu memberikan kesempatan kepada Abdurrahman untuk belajar ilmu agama di beberapa daerah, bahkan ke luar negeri. Di usianya yang ke-15 tahun, Abdurrahman belajar agama kepada “Beliau Galogandang” di Galogandang Batusangkar. Pendidikannya dilanjutkan ke Tapaktuan Aceh Barat untuk menimba ilmu selama kurang lebih delapan tahun. Dari Serambi Mekah ini Abdurrahman menimba ilmu di Mekah dan bertemu dengan saudaranya, Ismail bin Abdullah al-Minangkabawi. Di antara ulama melayu yang pernah menjadi gurunya di Mekah adalah Syekh Abdus Shomad bin Abdur Rahman al-Falimbani dan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani. Adapun gurunya yang berasal dari Arab antara lain: Syekh Usman Dimyati, Syekh Muhammad Said Qudsi, Syekh Muhammad Salih bin Ibrahim ar-Rais, Sayyid Ahmad al-Marzuqi, dan Syekh Abdullah Affandi. Pelajaran yang paling diminati Abdurrahman adalah qiraat Al-Qur’an. Dia pun menganut tarekat Naqsyabandiyah karena telah mendapatkan baiat dari Syekh Jabal Qubays di Mekah dan Syekh Muhammad Ridwan di Madinah.

Syekh Azra’i dilahirkan di Medan Sumatera Utara tahun 1918 dari pasangan Abdurrauf bin Abdurrahman dan Zubaidah binti Musa Nasution. Pada tahun 1935 Syekh Azra’i Abdurrauf berangkat ke Arab Saudi bersama Adnan Yahya, Ja’far Nasution dan istrinya (Aminah Lubis) menumpang kapal PH. Rontis pada bulan Syakban dan di kapal itu dia bertemu dengan Hasan Kontas Lubis, yaitu ayah dari Hammad Hasan, seorang alim yang memiliki perpustakaan terlengkap di Sumatera Utara. Di antara sahabatnya saat menuntut ilmu di Arab Saudi adalah Harun Nasution dan Husain Abdul Karim. Sepulang dari Arab Saudi, Syekh Azra’i menikah dengan Masmelan Nasution dari suku Mandailing dan dikaruniai seorang anak bernama Najla’.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved