Tengku Haji Umar bin Auf (lebih dikenal dengan nama Tengku Chik Umar atau Tengku Chik di Lam U) menikah dengan Hj. Shafiah dan melahirkan Tengku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri (lebih dikenal dengan panggilan Tengku Abu Indrapuri) pada tanggal 3 Juni 1888 M/23 Ramadan 1305 H di kampung Lam U, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Tengku Haji Umar bin Auf termasuk salah seorang alim ternama, khususnya dalam ilmu fikih, dan seorang hafiz Al-Qur’an yang hidup pada masa Sultan Alauddin Mahmud Syah (1870-1873), sedangkan Tengku Haji Ahmad Hasballah adalah anak pertamanya. Dari ibu yang sama, Tengku Haji Ahmad Hasballah mempunyai satu adik bernama Tengku Muhammad Dahlan (lahir 1891), sedangkan dari ibu kedua (Nyak Sunteng, dari Lam U) dikaruniai adik bernama Tengku Haji Abdullah Umar Lam U (1888-1967) dan dari ibu ketiga (berasal dari Niron Aneuk Bate) dikaruniai adik bernama Tengku Abdul Hamid (dikenal dengan Tengku Aneuk Bate, lahir tahun 1894).

Mungkin sudah banyak yang melupakan medote baca Qur’an ini. Sejak munculnya metode baca Iqra’ pada tahun 1980-an, perlahan-lahan Qa’idah Bagdadiyah kehilangan ‘gigi’-nya. Apalagi, kemunculan Iqra’ kemudian segera memancing tumbuh suburnya metode-metode baca lainnya, seperti al-Barqi, Hatta’iyah, an-Nur, Tilawati, Ummi, dan (sepertinya) belasan lainnya. Sebelum Iqra’, sebenarnya metode Qira’ati muncul lebih dahulu – bahkan sebenarnya Iqra’ diilhami oleh Qira’ati – namun sebagai ‘gerakan’, Iqra’ lebih masif, sehingga benar-benar menjadi fenomena baru pada waktu itu. Sejak itu, metode baca Qur’an yang dianggap lebih sistematis itu digunakan di hampir semua kalangan, juga tentu saja sekolah-sekolah.

Pada tahun 1998/1999 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an yang berada pada Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Departemen (sekarang Kementerian) Agama menyusun buku Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dengan Rasm Usmani. Ketika membahas istilah dan tarjih riwayat, disebutkan dalam buku tersebut bahwa sebagaimana dalam disiplin ilmu hadis ada istilah asy-Syaikhan (dua guru besar) yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim, dalam fiqh Syafi’iyah yang dimaksud adalah Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, maka dalam ilmu rasm yang dimaksud adalah Abu Amr ad-Dani (w. 444 H) dan Abu Daud (w. 496 H).

Pernahkah Anda mendengar "Mushaf Indonesia"? Inilah mushaf (atau 'mashaf', begitu dalam Qur'an ini disebut) yang ditulis atas prakarsa Dr Haji Ibnu Sutowo, sekaligus sebagai 'pemilik naskah asli' (demikian ditulis pada catatan yang sangat informatif di awal mushaf). Ibnu Sutowo pada tahun 1970-an dikenal sebagai 'raja minyak', dan pendiri Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) di Jakarta Selatan.

Beberapa Terbitan Mushaf

Dalam pengamatan penulis, penerbitan mushaf Al-Qur’an mengalami kemajuan yang cukup signifikan pada dekade ini. Apalagi dengan teknologi komputer saat ini. Ada beberapa penerbitan mushaf yang beredar yang akan penulis kemukakan di sini, yaitu:

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved