Syekh Ahmad Surkati (1875-1943) dilahirkan di Udfu, Dongola, Sudan. Ia diduga masih keturunan Jabir ibn Abdillah Al-Anshari, sahabat Rasulullah Saw. Ia seorang yang cerdas. Sejak kecil di dalam didikan ayahnya, kemudian menghafal Al-Qur’an di khalwah, sebuah pusat penghafal Al-Qur’an. Pada mulanya, ayahnya hendak mengirimnya ke Al-Azhar untuk melanjutkan pendidikan di sana, namun gagal karena alasan politik. Syekh Ahmad Surkati kemudian berhasil belajar di Makkah dan Madinah. Selama di Makkah, ia sempat mendirikan madrasah dan digelari “Al-’Allamah”.

Syekh Ahmad Surkati memang tidak berguru langsung kepada ulama-ulama Al-Azhar, Mesir, namun ia memiliki kebiasaan melakukan korespondensi yang berlangsung lama kepada ulama-ulama tersebut. Di samping, ia juga rajin mengoleksi dan membaca Tafsir Al-Manar, karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.

Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (1882-1934) adalah pahlawan nasional, bapak bangsa, sekaligus orang yang mendalami ilmu agamanya. Pengetahuan dan pergaulannya luas. Ia sempat mengasuh tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Semaoen, Musso, hingga Maridjan Kartosoewirjo. HOS Tjokroaminoto lahir di Bakur, Madiun. Ayahnya, R.M. Tjokroamiseno, adalah seorang wedana atau asisten bupati. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, adalah Bupati Ponorogo. Sementara kakeknya adalah putera dari Kiai Bagus Muhammad Kasan Besari dari Pesantren Tegalsari.

Mushaf Al-Qur’an yang dijilid per juz ini termasuk unik dan langka. Tidak banyak manuskrip Al-Qur’an yang seperti ini. Umumnya dijilid satu mushaf penuh atau setengahnya. Selain mushaf yang akan penulis bahas ini, mushaf kuno per juz yang pernah ditemukan tim peneliti dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) adalah yang terdapat di Maluku Utara, tepatnya di Masjid Jim, Kampung Makasar, Ternate.

Mushaf Al-Qur’an per juz yang penulis bahas kali ini adalah yang berasal dari Surau Pondok Ketek Syekh Burhanuddin Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat. Jumlahnya lumayan banyak. Sesuai hasil penelusuran penulis bersama tim  peneliti LMPQ, mushaf kuno per juz di surau ini ada sebanyak 18 manuskrip.

Kebutuhan masyarakat Indonesia pada mushaf Al-Qur’an terbilang tinggi. Kebutuhan yang tinggi ini tidak hanya mengemuka saat ini namun juga pada masa lalu mengingat Indonesia dikenal sebagai wilayah dengan jumlah penduduk muslim yang banyak. Pada masa awal, sebelum ditemukannya mesin cetak, pengadaan mushaf Al-Qur’an dilakukan secara manual dengan cara ditulis atau disalin menggunakan tangan, dan hasilnya disebut dengan manuskrip Al-Qur’an. Dalam penelitian Lajnah, jumlah mushaf Al-Qur’an tulisan tangan di Nusantara terbilang sangat banyak; jumlahnya tidak hanya ratusan, tapi bahkan ribuan. Jumlah yang banyak ini tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia mulai dari Aceh, Medan, Palembang hingga Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Nusa Tenggara Timur dengan ciri dan karakternya masing-masing.

Allah yang Maha Rahman menyiapkan segala kebutuhan hidup bagi setiap makhluk-Nya. Mentari dengan setia menyinari bumi, menghangatkan, sekaligus memberi manfaat untuk kehidupan. Oksigen tersedia melimpah di sekitar permukaan bumi, dan bukan di luar angkasa, karena kehidupan makhluk hidup pada umumnya berada di sana. Demikian pula air, kumpulan molekul yang tersusun dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen ini banyak tersedia di bumi, di laut, danau, sungai, di dalam tanah dan di atmosfer berupa uap air yang biasa tampak sebagai awan. Semuanya disediakan oleh Allah untuk menunjang kebutuhan mendasar makhluk hidup ciptaan-Nya yang berada di bumi.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved