Umar Mahdlor (Umar Sholeh) adalah anak ketiga dari pasangan KH Harun Sholeh bin K Mustam (Kedondong, Cirebon) dan Ny. Mutimah binti KH Nawawi (Babakan, Ciwaringin, Cirebon), dilahirkan di lingkungan Pondok Pesantren Kempek, Kecamatan Gempol (dahulu Palimanan), Kabupaten Cirebon, pada tanggal 12 Februari 1922. Sejak kecil Umar diasuh oleh kedua orang tuanya di pesantren berciri khas Al-Qur’an dan ilmu alat hingga usia sekitar 25 tahun. Setelah itu KH Umar Sholeh melanjutkan pendidikan di luar pesantren orang tuanya, seperti ke Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Hidup berkeluarga mulai dirajut KH Umar Sholeh pada usia hampir 35 tahun bersama Ny. Hindun binti KH Munawwir bin Abdullah Rosyad (PP Krapyak, Yogyakarta) dan tidak dikaruniai anak, namun di pernikahannya yang kedua bersama Ny ‘Aisyah binti KH Ahmad Syathori (PP Arjawinangun, Cirebon) dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Nawawi Umar.

Mushaf Usmani adalah mushaf Al-Qur’an yang dibakukan penulisannya pada zaman Khalifah Usman bin ‘Affan pada tahun 25 H (646 M). Pembakuan ini awalnya dipicu karena perselisihan ragam qira’at (multiple reading) Al-Qur’an yang terjadi ketika pasukan muslim dari Syam (yang bacaan Al-Qur’annya bersandar kepada al-Miqdad bin al-Aswad) dan pasukan muslim dari Irak (yang berguru Al-Qur’an dari Ibnu Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari) bergabung pada saat penaklukan Armenia dan Azerbaijan. Melihat kondisi itu Khudzaifah bin al-Yaman kemudian kembali ke Madinah dan meminta Khalifah Usman untuk menyatukan perbedaan yang ada.

Al-Qur’an berulang kali menyebut dan mengenalkan laut, samudra, pantai, muara, dan berbagai hal terkait dengan laut. Sangat menakjubkan bahwa Al-Qur’an berbicara banyak tentang laut, padahal kitab suci ini diturunkan di wilayah padang pasir, bahkan tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan adanya ayat yang diturunkan di tengah samudra. Walau demikian, Al-Qur’an begitu jelas menerangkan keterkaitan antara kehidupan manusia dengan eksistensi laut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya laut dalam kehidupan manusia. Bukan sekadar menunjukkan kekuasaan Allah, namun laut memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia, mulai dari fungsi prasarana transportasi, wisata bahari, penyedia sumber protein, sumber energi pembangkit listrik dan energi, penyedia komoditas yang bisa diperoleh dari laut, bahkan menjadi media inspirasi dalam banyak hal.

  1. Mushaf 07.1548. Mushaf ini berukuran 23 x 33 cm, sementara bidang teksnya berukuran, 13 x 23 cm. Jumlah halaman juz terdiri antara 17 hingga 18 halaman. Setiap halamannya terdiri dari 17 baris. Keadaan mushaf ini masih lengkap dari Surah al-Fatihah hingga surah an-Nas walaupun sebagian khususnya bagian depan dan belakang ada yang di makan serangga. Sampul terbuat dari bahan kulit dengan kondisi agak berjamur. Tinta yang digunakan untuk bagian dalam ada tiga, merah, hitam, dan kuning. Tinta hitam untuk tulisan teks Al-Qur’an, tinta merah digunakan untuk menandai awal juz baik dalam teks ataupun di luar teks. Sedangkan warna kuning untuk membuat bulatan penanda ayat, warna kuning juga digunakan untuk pelengkap dalam iluminasi seperti terdapat pada surah al-Fatihah dan awal surah al-Baqarah serta warna pada bingkai ayat pada tiap halaman.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved