Pada tahun 1192H/1777M di Batu Hampar, sekitar 9 km dari Kota Payakumbuh Sumatera Barat lahir seorang bayi bernama Abdurrahman dari pasangan Abdullah (gelar Rajo Bintan) dan seorang perempuan yang dikenal dengan panggilan “Tuo Tungga”. Kedekatan keluarga Abdurrahman sebagai tokoh agama dengan kolonial Belanda saat itu memberikan kesempatan kepada Abdurrahman untuk belajar ilmu agama di beberapa daerah, bahkan ke luar negeri. Di usianya yang ke-15 tahun, Abdurrahman belajar agama kepada “Beliau Galogandang” di Galogandang Batusangkar. Pendidikannya dilanjutkan ke Tapaktuan Aceh Barat untuk menimba ilmu selama kurang lebih delapan tahun. Dari Serambi Mekah ini Abdurrahman menimba ilmu di Mekah dan bertemu dengan saudaranya, Ismail bin Abdullah al-Minangkabawi. Di antara ulama melayu yang pernah menjadi gurunya di Mekah adalah Syekh Abdus Shomad bin Abdur Rahman al-Falimbani dan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani. Adapun gurunya yang berasal dari Arab antara lain: Syekh Usman Dimyati, Syekh Muhammad Said Qudsi, Syekh Muhammad Salih bin Ibrahim ar-Rais, Sayyid Ahmad al-Marzuqi, dan Syekh Abdullah Affandi. Pelajaran yang paling diminati Abdurrahman adalah qiraat Al-Qur’an. Dia pun menganut tarekat Naqsyabandiyah karena telah mendapatkan baiat dari Syekh Jabal Qubays di Mekah dan Syekh Muhammad Ridwan di Madinah.

Syekh Azra’i dilahirkan di Medan Sumatera Utara tahun 1918 dari pasangan Abdurrauf bin Abdurrahman dan Zubaidah binti Musa Nasution. Pada tahun 1935 Syekh Azra’i Abdurrauf berangkat ke Arab Saudi bersama Adnan Yahya, Ja’far Nasution dan istrinya (Aminah Lubis) menumpang kapal PH. Rontis pada bulan Syakban dan di kapal itu dia bertemu dengan Hasan Kontas Lubis, yaitu ayah dari Hammad Hasan, seorang alim yang memiliki perpustakaan terlengkap di Sumatera Utara. Di antara sahabatnya saat menuntut ilmu di Arab Saudi adalah Harun Nasution dan Husain Abdul Karim. Sepulang dari Arab Saudi, Syekh Azra’i menikah dengan Masmelan Nasution dari suku Mandailing dan dikaruniai seorang anak bernama Najla’.

Syekh Muhammad Jakfar bin Abdul Qodir al-Mandili lahir di Mekah pada tahun 1314H/1896M. Dia anak ketiga dari ayahnya yang bernama Abdul Qodir dan Ibunya yang bernama Syarifah Lubis. Syekh Jakfar pernah menikahi lima orang perempuan. Kesatu, bernama Ruqiah dan dikaruniai 2 orang anak. Kedua, bernama Zainab, cerai tanpa anak. Ketiga, bernama Syarifah Anah dan dikaruniai 12 orang anak. Keempat, Sawiyah, cerai tanpa anak. Kelima, bernama Aisah dan dikaruniai 2 orang anak. Ayahnya, Syekh Abdul Qodir al-Mandili adalah seorang alim besar kelahiran Mandailing Natal yang sejak kecil tinggal dan menimba ilmu di Tanah Haram. Keilmuan Syekh Abdul Qodir ini yang menjadi salah satu dasar Syekh Muhammad Jakfar dalam mendalami ilmu agama dan menghafal Al-Qur’an.

Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal tahun ini ikut memeriahkan Muktamar ke-33 Nadlatul Ulama di Jombang dalam bentuk pameran Al-Qur’an. Mengikuti Jadwal Muktamar, pameran kali ini berlangsung pada 1-5 Agustus 2015, bertempat di samping Masjid Ulul Albab Pesantren Putri Tebuireng. Pameran kali ini mengusung tema “Ragam Mushaf Kuno Nusantara”.

Sampul Mushaf StandarBanyak cara untuk menamatkan Qur’an. Yang paling populer adalah 30 hari atau 7 hari. Pembagian teks Al-Qur’an ke dalam 30 juz adalah sesuai bilangan hari dalam satu bulan. Namun, jika ingin menamatkan Qur’an dalam satu minggu, lihatlah tanda manzil yang ada, misalnya, dalam Mushaf al-Qur’an Standar Indonesia.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved