Penulisan mushaf Al-Qur’an dalam Islam telah dimulai sejak abad pertama sejarahnya. Lima salinan pertama mushaf pada masa Khalifah Usman bin Affan (tahun 650 M), yang dikirim ke beberapa wilayah Islam, selanjutnya menjadi naskah baku bagi penyalinan Al-Qur’an—disebut Rasm Usmānī. Sejak itulah kegiatan penyalinan Al-Qur’an tidak pernah terhenti.

Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia sejauh ini tampaknya belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, meskipun upaya untuk mengenalkannya sudah mulai dilakukan sejak diterbitkannya buku Mengenal Mushaf Standar oleh Puslitbang Lektur Agama pada tahun 1984. Sejarah Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (selanjutnya disebut “Lajnah”) yang pada kurun waktu tahun 1970-an berada di bawah Lembaga Lektur Keagamaan (Leka) Departemen Agama RI. Lembaga ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. B.III/2-0/7413, tanggal 1 Desember 1971. Pada perkembangan selanjutnya Lajnah berada pada Unit Puslitbang Lektur Agama, Badan Litbang Agama, yang dibentuk berdasarkan Kepres RI. No. 44 yang dijabarkan melalui Keputusan Menteri Agama No. 18 Tahun 1975 (yang disempurnakan). Pada kurun waktu ini Lajnah merupakan lembaga ad hoc  dan dikepalai secara ex officio oleh Kepala Puslitbang Lektur Agama. Lajnah kemudian berubah menjadi lembaga tersendiri, terpisah dari Puslitbang Lektur Keagamaan, pada tahun 2007.

Penulisan Mushaf al-Qur’an dalam Islam telah dimulai sejak abad pertama sejarahnya. Lima salinan pertama Mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan (tahun 650 M), yang dikirim ke beberapa wilayah Islam, selanjutnya menjadi naskah baku bagi penyalinan al-Qur’an—disebut Rasm Utsmani. Sejak itulah kegiatan penyalinan al-Qur’an tidak pernah terhenti. Mula-mula ditulis dalam gaya Kufi yang berkarakter kaku, kemudian dalam gaya kursif Naskhi yang dipelopori oleh Ibn Bawwab di Baghdad (w. 1022 M), Muhaqqaq, Tsuluts, dan gaya-gaya kursif lain. Penyalinan al-Qur’an berlangsung di seluruh wilayah Islam, sejalan dengan penaklukan-penaklukan wilayah baru. Sebagai kitab suci yang menjadi bukti Islam sebagai agama wahyu (revealed religion), kemurnian dan keautentikan al-Qur’an sangat terjaga.

Kementerian Agama memiliki tiga Mushaf Standar, yaitu Mushaf Standar dengan Rasm Usmani, Mushaf Standar Bahriyah (ayat pojok), dan Mushaf Standar Braille. Setiap penerbit yang hendak menerbitkan Al-Qur’an diwajibkan mengacu pada salah satu dari Mushaf Standar ini. Namun, banyak kemudian penerbit yang melakukan improvisasi mener­bitkan mushaf dengan model tulisan Mushaf Madinah (ditulis oleh Usman Taha), yang disesuaikan dengan Mushaf Standar Usmani. Menjadi persoalan kemudian, di manakah posisi Mushaf Standar Kementerian Agama versi Usmani dengan ciri-cirinya yang khusus? Apakah mushaf ini mendapat perhatian dan digunakan masya­rakat Muslim Indonesia? Kemudian, apa sesungguhnya yang melatarbelakangi kaum Muslimin dalam memilih mushaf?

Syekh Ahmad Khatib lahir dari pasangan Abdul Latif bin Abdullah dan Limbak Urai binti Tuanku Nan Renceh pada hari Senin 6 Zulhijah 1276H/1860M di Koto Tuo Balai Gurah, Kecamatan IV Angkat Candung, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Saudara kandungnya 5 orang dan saudara seayahnya 16 orang. Selain ibunya, ayanya juga menikah dengan Darin, Maryam, dan Asiyah. Sebagian besar saudaranya wafat saat masih kecil. Enam orang anak Abdul Latif yang hidup adalah Ahmad Khatib, Aisyah, Hafsah, Kulsum, Latifah, dan Usman.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved