Mushaf cetakan batu (litografi) ini terdapat di Masjid Syekh Muhammad Syaid Padang Baru, Nagari Ganggo Hilia, Kec. Bonjol, Kab. Pasaman, Sumatera Barat. Tidak diperoleh data mengenai asal usul mushaf ini, apakah hasil cetak dari Palembang, Singapura, atau daerah lainnya. Bagian kolofon yang biasa terdapat di bagian belakang naskah sudah tidak ditemukan. Diperkirakan mushaf ini dicetak sekitar pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kurun waktu ini adalah masa di mana pencetakan Al-Qur’an menggunakan teknologi litograf atau cetak batu sedang berkembang di Nusantara, terutama di Palembang dan Kampoeng Gelam, Singapura. Di samping itu, tradisi penyalinan menggunakan goresan tangan masih tetap berlanjut. Kedua teknologi penyalinan Al-Qur’an ini mulai berakhir di awal abad ke-20 dengan masuknya teknologi mesin cetak modern ke Nusantara, di antaranya di Bukittinggi (Sumatra Barat), Cirebon (Jawa Barat), dan Surabaya (Jawa Timur).

Masa berikutnya yaitu Imarat Yanju (The Injuids), akhir masa Ilkhanat dan awal masa Jalā’ir. Keemiran ini nisbah kepada Syakh Jamaluddin Abi Ishāq bin Muhammad Syah Yanju (w. 758 H/1356 M). Salah satu mushaf yang sampai ke kita dari era ini disalin oleh Yahya bin Nāsir al-Jamālī al-Ṣūfī dengan illuminator Hamzah bin Mahmud al-‘Alawi. Ia merupakan murid dari Mubaraksyah murid dari Yaqut.

Berdasarkan tinggalan yang ada, di Iran, belum ditemukan keberadaan sebuah mushaf yang berasal dari masa Khalifah Rashidah (khususnya masa Usman bin Affān). Yang jelas, berdasar catatan sejarah, Ḥajjaj bin Yūsuf al-Tsaqafi,[1] pernah memerintahkan untuk mengirimkan sejumlah mushaf yang selesai ditulis di Kufah ke beberapa negri seperti Mesir, dan beberapa kota di Iran.

Samud (ṡamūd) merupakan nama kaum Nabi Saleh. Kaum Samud merupakan kabilah yang tinggal di sebuah daerah bernama al-Ḥijr yang terletak di utara jazirah Arab antara Madinah dan Syam ke arah Wādī al-Qurā. Oleh karena itu, kaum Ṡamūd juga disebut dengan aṣḥāb al-ḥijr (al-Ḥijr/15: 80). Tempat tinggal kaum Ṡamūd itu sekarang dikenal dengan nama Madā’in Ṣāliḥ. Mereka adalah penerus peradaban kaum ‘Ād dan masih memiliki tali persaudaraan. Bisa jadi, karena itulah penyebutan nama kedua kaum ini sering beriringan dalam Al-Qur’an.

Ṣāliḥ (Saleh) adalah nama salah satu nabi dan rasul yang disebut dalam Al-Qur’an. Kata Ṣāliḥ merupakan bentuk isim fail dari kata ṣād-lām-ḥā’ (ص – ل – ح/dibaca ṣalaḥa atau ṣaluḥa) dalam bahasa Arab yang bermakna baik, kebalikan dari fasad (kacau atau rusak). Kata ini berasal dari Arab pertama (kuno) dan akar katanya tersebar dalam berbagai bahasa Semit. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lafaz dan makna yang sama dalam bahasa Ibrani dan Aramaik. Dalam bahasa Aramaik, nama Nabi Ṣāliḥ adalah Ṣālīḥ (صاليح/dengan memanjangkan bunyi kasrah lam). Seiring berjalannya waktu, pengucapan Ṣāliḥ berubah seperti yang pengucapan orang Arab ketika Al-Qur’an turun.

Kontak

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an
Gedung Bayt Al-Qur`an & Museum Istiqlal
Jalan Raya TMII Pintu I Jakarta Timur 13560
Telp: (021) 8416468 - 8416466
Faks: (021) 8416468
Web: lajnah.kemenag.go.id
Email: lajnah@kemenag.go.id
© 2023 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. All Rights Reserved